Realita Videotron: Listrik Mahal, Modul Sering Rusak, dan Return yang Lama
Videotron atau LED Display kini menjadi primadona dalam dunia media luar ruang. Tampilannya yang dinamis dan mampu menayangkan berbagai konten digital membuatnya terlihat modern dan menarik. Namun di balik kilaunya yang memikat, ada Realita Videotron yang tidak selalu manis—terutama bagi pemilik atau operator layar videotron. Biaya listrik yang tinggi, kerusakan modul yang sering terjadi, dan waktu balik modal (return) yang lama menjadi tantangan utama.

1. Listrik Mahal: Beban Operasional yang Menguras
Salah satu pengeluaran terbesar dalam pengoperasian videotron adalah biaya listrik. Sebuah videotron ukuran sedang hingga besar bisa mengonsumsi daya ribuan watt, tergantung dari:
- Ukuran layar (semakin besar, semakin boros)
- Tingkat kecerahan (brightness)
- Durasi tayang per hari (24 jam tayang = biaya besar)
- Lokasi (tarif listrik komersial di kota tertentu bisa sangat tinggi)
Contoh sederhana: Sebuah videotron P10 ukuran 4×8 meter dengan rata-rata daya 700 watt per m², beroperasi 18 jam per hari, bisa menghabiskan listrik lebih dari Rp 5–7 juta per bulan.
Untuk operator yang belum memiliki kontrak iklan tetap, tagihan listrik ini bisa menjadi beban yang tidak tertutupi.
Baca juga: Iklan Billboard di Titik Mati
2. Modul Sering Rusak: Risiko Teknologi di Ruang Terbuka
Modul LED adalah komponen utama videotron, dan sayangnya, inilah yang paling sering bermasalah. Beberapa penyebab kerusakan yang umum terjadi antara lain:
- Overheating karena ventilasi yang tidak maksimal
- Paparan cuaca ekstrem seperti hujan deras atau panas menyengat (terutama untuk videotron outdoor)
- Instalasi listrik yang kurang stabil (tanpa stabilizer atau grounding)
- Kualitas produk yang kurang baik karena tergoda harga murah
Kerusakan modul tidak hanya mengganggu tampilan visual, tapi juga bisa membuat layar mati sebagian atau bahkan total. Proses penggantian modul pun sering tidak cepat, apalagi jika spare part harus diimpor atau stok sedang kosong.
3. Return Lama: Investasi Jutaan yang Tak Langsung Kembali
Berbeda dengan billboard konvensional yang hanya membutuhkan cetak dan pasang, videotron adalah investasi besar yang mencakup:
- Pembelian layar dan modul LED
- Kontruksi struktur tiang dan box
- Instalasi listrik dan control system
- Perizinan (yang semakin ketat di banyak kota)
- Maintenance rutin
Total investasi bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Namun, return atau pengembalian modal dari videotron tidak secepat yang dibayangkan. Hal ini bisa disebabkan oleh:
- Minimnya pengiklan, terutama di awal
- Tarif iklan yang belum sebanding dengan biaya operasional
- Persaingan dengan media digital lain yang lebih murah
- Lokasi videotron yang kurang strategis atau tidak padat traffic
Dalam banyak kasus, break even point (BEP) videotron baru tercapai setelah 2–4 tahun, bahkan lebih lama jika tidak ada kontrak jangka panjang dengan klien besar.
Kesimpulan
Memiliki videotron memang prestisius. Tampilannya modern, fleksibel, dan cocok untuk brand besar. Namun, Realita Videotron adalah ini merupakan bisnis dengan risiko tinggi dan beban operasional besar. Tanpa perencanaan matang, lokasi strategis, dan manajemen konten yang aktif, videotron bisa menjadi “aset beban” ketimbang “aset produktif”.
Tips untuk Pemilik dan Calon Investor Videotron:
- Pilih produk LED berkualitas dan bergaransi panjang
- Hitung detail konsumsi listrik sebelum beli
- Siapkan dana maintenance setidaknya 10% dari total investasi
- Fokus pada akuisisi klien tetap, bukan hanya iklan sesaat
- Jangan tergiur harga murah—karena ongkos perbaikan bisa lebih mahal