Preman Lapangan dalam Industri Outdoor Advertising
Industri outdoor advertising di Indonesia, yang mencakup media seperti billboard, neon box, baliho, hingga videotron, memiliki peran penting dalam mendukung komunikasi pemasaran berbagai merek. Namun, di balik gemerlapnya papan-papan iklan raksasa yang menghiasi kota-kota besar, terdapat dinamika yang tidak terlihat publik — salah satunya adalah keberadaan preman lapangan.
Siapa Itu Preman Lapangan?
Dalam konteks industri advertising luar ruang, preman lapangan merujuk pada oknum-oknum informal yang menguasai atau mengklaim “hak kuasa” atas wilayah tertentu. Mereka biasanya tidak memiliki otoritas legal, namun kerap memberikan tekanan atau melakukan intimidasi terhadap vendor iklan, teknisi pemasangan, bahkan pihak klien, dengan dalih “keamanan wilayah”, “izin setempat”, atau “uang jatah”.
Bentuk-Bentuk Intervensi Premanisme
Beberapa bentuk keterlibatan preman lapangan dalam industri outdoor advertising antara lain:
- Pemalakan saat pemasangan
Preman menuntut “uang keamanan” kepada tim pemasang billboard atau baliho. Bila tidak diberi, mereka dapat menghalangi proses pemasangan atau mengancam teknisi di lapangan. - Pungutan liar saat maintenance
Proses perawatan media iklan seperti penggantian lampu neon box atau pemeliharaan videotron pun tak luput dari pungli oleh oknum setempat. - Mengklaim lokasi strategis
Ada kasus di mana preman berusaha “mengamankan” titik iklan yang belum terpakai dan menawarkannya secara ilegal kepada pengiklan dengan dalih “izin warga” atau “izin tokoh lokal”. - Ancaman terhadap properti
Bila permintaan tidak dipenuhi, tidak sedikit kasus vandalisme seperti merusak banner, mencoret media iklan, atau melepas struktur yang telah terpasang.

Mengapa Premanisme Bisa Bertahan?
Premanisme bertahan karena beberapa faktor:
- Minimnya penegakan hukum di level mikro
Banyak pelaku industri enggan melapor ke pihak berwajib karena prosesnya panjang dan berisiko menimbulkan konflik lebih besar. - Adanya “kesepakatan tidak resmi”
Di beberapa daerah, perusahaan iklan secara tidak langsung menjalin hubungan kompromistis dengan preman untuk menjaga kelancaran operasional. - Kurangnya regulasi yang ditegakkan secara merata
Lemahnya koordinasi antara pemda, Satpol PP, dan aparat keamanan dalam pengelolaan ruang publik memberi celah bagi kelompok informal untuk masuk.
Dampak terhadap Industri
Premanisme tidak hanya merugikan secara ekonomi—karena adanya biaya tambahan yang tidak tercatat—tetapi juga mengganggu reputasi industri. Klien korporat yang merasa tidak aman akan ragu berinvestasi di media luar ruang, apalagi jika terjadi kerusakan atau konflik hukum. Hal ini bisa menurunkan kepercayaan pasar terhadap efektivitas dan kredibilitas layanan outdoor advertising.
Baca juga: Realita Videotron: Listrik Mahal, Modul Sering Rusak, dan Return yang Lama
Solusi dan Strategi Menghadapi Preman Lapangan
- Pendekatan komunitas dan tokoh masyarakat
Melibatkan RT/RW, tokoh adat, atau pemuka agama bisa menjadi alternatif untuk meredam potensi konflik dan membangun kolaborasi jangka panjang yang lebih sehat. - Koordinasi dengan aparat penegak hukum
Perusahaan outdoor advertising perlu menjalin komunikasi intensif dengan kepolisian lokal untuk melaporkan intimidasi serta meminta pengawalan saat pemasangan besar. - Legalitas dan perizinan yang kuat
Memastikan semua titik iklan memiliki izin resmi dari pemerintah daerah dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk menolak tekanan dari pihak tidak berwenang. - Asosiasi industri
Pembentukan atau penguatan asosiasi media luar ruang dapat membantu menyuarakan kepentingan bersama dan memberi perlindungan terhadap anggotanya.
Penutup
Keberadaan preman lapangan dalam industri outdoor advertising bukanlah rahasia umum. Namun, bukan berarti hal ini harus diterima sebagai “biaya tak terlihat” dalam operasional bisnis. Dengan kolaborasi antara pelaku industri, aparat, dan komunitas lokal, premanisme dapat ditekan dan profesionalisme industri dapat terus dijaga. Outdoor advertising yang aman, tertib, dan legal bukan hanya impian — melainkan sebuah keharusan.