Alasan Terkadang Kami Menolak Klien
Dalam dunia bisnis, prinsip umum yang sering didengar adalah: “klien selalu benar.” Tapi di industri media luar ruang, khususnya bisnis billboard dan reklame, kami kadang harus mengambil keputusan yang tidak populer—menolak klien. Bukan karena sombong, bukan karena tak butuh uang. Tapi karena ada risiko hukum, etika profesional, hingga bahaya teknis yang tidak bisa kami kompromikan.
Beberapa Alasan Kenapa Terkadang Kami Menolak Klien
Berikut alasan mengapa kami, sebagai penyedia layanan billboard, kadang memilih mengatakan “tidak”.
1. Titik Berisiko Tinggi: Murah Sekarang, Bahaya Nanti
Beberapa klien ingin memasang iklan di titik-titik yang menurut kami berbahaya atau tidak layak, contohnya:
- Di bawah kabel listrik tegangan tinggi
- Di dekat tikungan tajam atau simpang rawan kecelakaan
- Di area rawan longsor, banjir, atau angin kencang
- Di atas bangunan tua tanpa struktur penyangga yang kuat
Klien mungkin melihat harga sewa lahan lebih murah. Tapi kami melihat potensi bencana dan tuntutan hukum. Bila papan ambruk dan mencelakai orang, bukan hanya pemilik iklan yang dituntut—kami sebagai kontraktor pun ikut terlibat.
Baca juga: Panduan Lengkap Mengontrol Videotron

2. Iklan Bermasalah Secara Hukum dan Etika
Kami juga menolak konten iklan yang:
- Mengandung provokasi politik berlebihan
- Menampilkan simbol SARA atau ujaran kebencian
- Menawarkan produk ilegal, seperti judi online, pinjol ilegal, atau obat tak berizin
- Menayangkan gambar atau kata-kata yang vulgar atau melecehkan
Menerima klien semacam ini memang bisa menghasilkan uang cepat. Tapi reputasi kami bisa hancur, dan lebih parahnya, kami bisa terkena sanksi dari dinas terkait atau bahkan pidana karena menyebarluaskan konten ilegal.
3. Klien Abaikan Masukan Profesional
Ada klien yang bersikeras menggunakan titik “mati”—yakni lokasi dengan lalu lintas rendah, sudut pandang sempit, atau justru menghadap ke arah yang salah. Kami sudah beri masukan, sudah tunjukkan data trafik dan estimasi visibilitas, tapi mereka tetap memaksa.
Kami bisa saja menuruti demi uang, tapi kalau iklan itu nanti tak terlihat atau gagal perform, yang disalahkan tetap kami. Lebih baik kami tolak sejak awal daripada membiarkan klien kecewa dan menyalahkan vendor.
4. Dokumen Tidak Lengkap, Legalitas Diragukan
Kami juga menolak ketika:
- Klien tidak bisa menunjukkan bukti legal usaha atau NPWP
- Klien ingin pemasangan di lahan yang statusnya belum jelas
- Klien minta kami “akali” izin atau lewati prosedur pajak
Kami pernah ditawari proyek besar, tapi diminta memotong jalur izin agar cepat tayang. Kami tolak. Karena ketika nanti ada audit dari Pemda atau sengketa lahan, kami yang dipanggil duluan.
5. Klien dengan Riwayat Pembayaran Buruk
Kami mencatat setiap klien yang:
- Sering telat bayar
- Tidak menyelesaikan pelunasan setelah iklan tayang
- Suka mengubah desain mendadak tanpa komunikasi yang baik
Kami bukan sekadar bisnis, tapi tim kreatif dan teknis yang bekerja keras di balik layar. Ketika klien memperlakukan vendor seperti anak buah tanpa komitmen pembayaran yang jelas, kami lebih baik mundur daripada rugi waktu dan tenaga.
Menolak Bukan Berarti Menutup Diri
Kami terbuka dengan berbagai jenis klien—dari UMKM hingga perusahaan besar. Tapi kami juga punya batasan profesional yang tidak bisa dinegosiasikan. Menolak klien adalah bentuk tanggung jawab: melindungi bisnis kami, orang-orang kami, dan bahkan klien itu sendiri dari risiko yang tidak mereka sadari.
Kami lebih suka kehilangan satu proyek daripada kehilangan reputasi dan integritas yang kami bangun bertahun-tahun.
Kesimpulan
Di dunia billboard, tidak semua proyek layak diambil. Ada yang berpotensi merugikan secara hukum, ada yang berbahaya bagi keselamatan publik, dan ada juga yang merusak etika profesional kami. Menolak bukan tanda kami angkuh—tapi justru tanda kami peduli.